untuk pemasangan iklan hub skandal.wanita@gmail.com

Selasa, 26 Februari 2013

dari seaword berlanjut ke kasur

mw bobo

cute dengan kacamata

test kamera baru

Senin, 25 Februari 2013

Bertemu wanita misterius




Bertemu wanita misterius


Sebenarnya dengan menceritakan kisahku ini, aku flash back ke masa kecilku yang seharusnya tidak boleh terjadi pada usia anak-anak, karena akibatnya sangat buruk seperti yang sudah kuceritakan di situs ini juga dengan judul "Berburu Burung". Mungkin ini yang disebut orang dengan pengaruh kejiwaan dari suatu pelecehan seksual pada anak, dan berakibat nyata ketika menginjak masa remaja. Oh ya, bagi yang belum tahu, namaku Fik, umurku 15 tahun, dan kisah yang kuceritakan di "Berburu Burung" sebenarnya merupakan bagian terburuk hidupku yang selalu membayangiku sehingga aku ceritakan sebagai kisah pertamaku, meski seharusnya kalau diruntut kebelakang ada yang melatari kisah itu, yaitu kejadian yang akan kuceritakan berikut ini.

Waktu itu aku berumur 10 tahun, lebih sedikit, pokoknya kelas IV SD, cukup kecil mungkin, tetapi saat itulah kejadian yang akan mengubah hidupku terjadi. Sebenarnya, seperti anak-anak SD pada umumnya, tentunya belum tahu apa itu alat kelamin, dan belum punya perasaan atau prasangka macam-macam apabila seseorang memperlihatkan atau menunjukkannya pada kita, aku yakin itu, namun suatu hari, hal itu berubah setelah kejadian itu.

Suatu hari setelah usai belajar kelompok dengan teman-teman, aku bermaksud mengantar pulang salah satu temanku cewek, yang rumahnya agak jauh, sementara kami biasa belajar mulai habis maghrib hingga selesai yang kadang sampai pukul 21:00 WIB, sehingga tidak berani pulang sendirian. Dia biasa kupanggil Na, umurnya sebaya denganku, cewek terpandai di kelasku, sehingga banyak kelompok belajar yang memperebutkannya, dan beruntung dia mau menjadi anggota kelompok kami.

Kisah ini berawal dari sini, aku boncengkan dia pulang ke rumahnya dengan sepeda kecilku. Kukayuh pelan-pelan, santai saja lagian belum terlalu malam untuk ukuran desaku, karena baru pukul 20:00 lebih sedikit, dan malam itu rupanya agak ramai. Hingga akhirnya memasuki jalan yang kanan-kirinya banyak ditumbuhi bambu. Ya, tempat ini yang ditakuti oleh Na, aku sih biasa saja kalau ada teman, tetapi kalau sendirian yang paling-paling ngebut saat melintasi jalan itu, ngeri sih. Namun, rupanya malam ini tidak demikian, karena terlihat sebuah mobil akan melintas ke arah kami. Tetapi tiba-tiba mobil itu berhenti di depan kami dan segera keluar seorang wanita dari pintu kemudi, kuhentikan sepedaku, sepertinya wanita itu mau menanyakan sesuatu kepada kami.

Rupanya dugaan kami keliru, wanita itu mengeluarkan pistol dari balik bajunya dan menodongkannya kepada kami. Berdua kami terperanjat dan mau berteriak, tetapi urung terlaksana kami sudah diancam dengan nada serius, sehingga kami pun menuruti saja apa maunya. Sepedaku pun dilemparkan ke semak-semak, sehingga tidak mencurigakan, dan kami disuruh masuk ke mobilnya. Di dalam mobil Panther itulah kami berdua kehilangan kesucian.

Awalnya dia menyuruh kami duduk di kursi yang sudah direbahkan, kami tidak tahu akan diapakan, yang jelas kemudian dia melepaskan bajunya satu persatu sambil terus menatap kami berdua. Kami pun diam saja karena memang tidak tahu maksudnya. Setelah lepas semua baju dan telanjang bulat, dia menyodorkan kedua puting susunya kepada kami. Kami tidak mau, tetapi segera mendapat ancaman lagi, sehingga kami pun terpaksa melakukannya juga. Aku dan Na pun mengisap puting susunya bersamaan. Dia pun sepertinya menikmati hisapan kami berdua sambil tangannya mengelus-eluskan selakangannya. Kami pun terus melakukannya seperti yang dia mau, sementara payudaranya semakin membesar saja, dengan sesekali dia meremas-remasnya sendiri, hingga benar-benar mengeras.

Kami tersentak ketika tiba-tiba kedua tangannya meraih selakangan kami, tapi tidak ada yang bisa kami perbuat selain menurut. Aku pun merasakan penisku diremas-remasnya sehingga menegang, sementara mulutku masih mengisap puting payudaranya. Tak lama kemudian dia menyuruh kami berhenti mengisapnya. Tapi apa yang diperbuatnya, tangannya beralih ke Na yang sedang telentang, dibukanya pakaiannya satu persatu hingga telanjang bulat, demikian juga terhadapku. Sehingga kami bertiga telanjang semua. Dia pun beraksi, mulai dengan Na dia menciumi sekujur tubuh Na, mengisap payudaranya, menjilati seluruh tubuhnya dan mengisap dalam ketika tepat di selakangan Na. Na pun hanya dapat mendesis pasrah, sambil sesekali menjerit kecil, bahkan menggelinjang seiring jilatan-jilatan wanita itu di tubuhnya. Aku sendiri disuruhnya mengocok penisku, aku tidak tahu harus dikocok segala, sementara kurasakan penisku semakin keras saja.

Sesaat kemudian dia beralih ke arahku. Setelah puas dengan Na, langsung saja dia menciumiku, hingga aku merasakan kegelian di seluruh tubuhku. Akhirnya dia berhenti di pangkal pahaku, mempermainkan penisku yang sudah mengeras dan kemudian melumatnya. Aku merasakan perasaan lain saat dia tiba-tiba menghisap penisku. Aku pun hanya dapat mengerang dan berkelojotan kegelian, sementara deru nafasnya pun semakin tidak karuan saja.

Kemudian dia berhenti dan beralih posisi. Kini dia yang berbaring, sementara kami yang berdiri. Dia menyuruh Na duduk di perutnya membelakangi aku, Na pun menurut saja. Kemudian disuruhnya Na merebahkan tubuhnya, sehingga tepat di payudaranya agar nanti menghisapnya lagi bergantian, sementara aku, dengan agak kasar dan sambil memegang penisku, dibimbingnya penisku ke arah selakangannya. Kemudian aku disuruh memasukkan penisku ke lubang di selakangannya dan menggerakkan tubuhku maju mundur di vaginanya. Dan tanganku diletakkan pada dada Na supaya aku meremas dadanya saat dia memberi aba-aba untuk memulai secara bersamaan nanti.

Setelah semua telah diaturnya, dia pun menyuruh kami memulai. Sesuai apa yang disuruhnya tadi, Na pun mengisap bergantian payudaranya yang mengeras dan aku pun mengocokkan penisku di vaginanya. Kali ini wajahnya yang tadi serius berubah total saat kami melakukan seperti apa yang disuruhnya. Dia mendesis, menggelinjang menikmati apa yang kami lakukan secara bersamaan, beberapa kali dia memekik tertahan sambil menggelinjang menggoyangkan tubuhnya. Mulutnya menganga dan sesekali tangannya memegang pinggangku dan merapatkannya di tubuhnya. Sementara tanganku meremas-remas buah dadanya, sehingga dia pun kadang-kadang mengerang kegelian. Aku sendiri merasakan sesuatu yang aneh merambahi sekujur tubuhku. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku, apalagi saat kubenamkan penisku di vaginanya, rasanya seperti geli tapi di seluruh tubuhku, sehingga dalam mobil itu yang terdengar hanya nafas yang terengah-engah yang kadang diselingi erangan penuh kenikmatan.

Tapi itu tak bertahan lama, karena sesaat kemudian kurasakan tubuh wanita itu mengejang, menggelinjang tak karuan dan mengerang dengan nafas berkejaran. Kemudian tiba-tiba dia menjepitkan kakinya di tubuhku, sedangkan kedua tangannya memeluk erat kami berdua sambil mengerang panjang dan tubuhnya melemas. Sesaat kami dalam pelukannya, dan keringat kami pun membasahi tubuh kami bertiga, kurasakan vaginanya mengeluarkan cairan dan mengenai penisku yang masih di dalam vaginanya. Dia kemudian melepaskan pelukannya sambil tersenyum simpul penuh makna.

Kemudian dia menyuruh kami berganti posisi lagi, kali ini Na yang ada di kursi, sementara aku berdiri dan wanita itu ada di belakangku. Dia kemudian menyuruhku memasukkan penisku ke vaginanya Na. Aku pun tidak dapat menolaknya. Aku pun memasukkan penisnya ke tubuh Na, Na pun menjerit kesakitan. Dengan sigap dia menyodorkan puting susunya ke mulut Na, sehingga Na tidak menjerit kesakitan lagi, dan aku pun menggoyangkan tubuhku sesuai perintah wanita itu, sementara terlihat darah mengalir dari vaginanya Na.

Sementara kami melakukan adegan itu, wanita itu duduk di belakang kami memperhatikan gerak penisku maju-mundur di vaginanya Na, dan kemudian membersihkan darahnya Na. Sedangkan kami pun tetap melakukan adegan tadi hingga kurasakan semakin enak saja, sepertinya Na juga merasakan hal yang sama sepertiku, karena dia tidak lagi menjerit, tapi mengerang dengan nafas naik turun. Tiba-tiba dari belakang Wanita itu menghentikan apa yang kami lakukan, sesaat dia menjilati penisku yang benar-benar lain rasanya dan menjilati juga vaginanya, kemudian kembali memasukkan penisku ke vaginanya Na dan menepuk bokongku untuk meneruskan lagi mengocok. Hingga tak lama kemudian kulihat Na semakin terengah-engah dan mulai menggoyangkan tubuhnya ke kanan ke kiri sepertinya tak tahan lagi menahan sesuatu yang mau keluar, sedangkan mulutnya menganga mengeluarkan suara erangan-erangan kecil.

Wanita itu melihat apa yang terjadi pada Na, langsung dia ikutan menjilati payudara Na, sehingga Na semakin tak karuan menggelinjang, dan akhirnya dia pun mengerang panjang sambil tubuhnya mengejang tak karuan. Aku pun semakin mempercepat kocokan penisku di vaginanya, dan dia pun kemudian kurasakan tubuhnya mengendur lemas dan terbaring di kursi. Kurasakan vaginanya basah oleh cairan yang mengalir dari dalam. Aku pun kemudian disuruh wanita itu mengeluarkan penisku dari vaginanya. Aku pun sudah dari tadi sebenarnya merasakan kenikmatan dari apa yang kulakukan, tapi ternyata rasa itu lama bertahan dalam tubuhku.

Kemudian wanita itu menyuruh Na untuk mengocok penisku dengan mulutnya dan mengisapnya. Ternyata rasa nikmat itu kembali merasuki tubuhku dan semakin memuncak, sementara hisapan-hisapannya semakin panjang saja, rupanya dia juga menikmatinya. Hingga saat dia mengisapnya sangat panjang, aku pun tak tahan lagi. Dan aku pun mengingatkan Na agar menghentikan apa yang dilakukannya, karena kukira aku mau kencing. Ternyata setelah Na menghentikan sedotannya, malah penisku kemudian diraih oleh wanita itu, dan dimasukkannya ke mulutnya. Dimasukkannya penisku hingga tak tersisa, kemudian dihisapnya dalam-dalam, hingga aku tak tahan lagi.

Seiring erangan panjangku, aku merasakan hal yang luar biasa, tubuhku menggigil merasakan kenikmatan yang tiada tara. Penisku yang sudah dikeluarkan dari mulut wanita itu menyemburkan cairan putih kental yang langsung dicegat oleh mulutnya lagi dan ditelannya. Bahkan cairan yang tak lain adalah sperma pertamaku itu yang masih tersisa di penisku pun dijilatinya hingga tak tersisa. Setelah itu kurasakan lemasnya tubuhku, demikian pula yang kulihat pada Na maupun wanita itu.

Kemudian dengan kasar dia menyuruhku segera berpakaian kembali. Setelah itu kami diberi minuman seperti jus jeruk, tetapi setelah beberapa saat kami minum, kami merasa ngantuk berat, kemudian tertidur dan tak sadarkan diri. Kami baru terjaga saat banyak orang mengerubungi kami sambil membawa lampu yang sangat terang. Kami bingung melihat kejadian itu, karena kami berdua tidak lagi di dalam mobil, tetapi sudah berada di semak-semak dekat rumpun bambu bersama sepedaku.

Aku pun bertanya kepada mereka, katanya kami baru saja dibawa gondoruwo. Tapi sebenarnya tidak, karena besoknya kami berdua merasakan kesakitan pada alat kelamin kami, dan ketika kembali ke tempat itu, di sana memang aku menemukan bekas ban mobil. Untung saja kejadian itu tidak diketahui oleh masyarakat yang lainnya. Hanya saja kejadian tersebut membuatku menjadi seperti mendapatkan tekanan perasaan bersalah terhadap Na. Bahkan setelah itu, kadang-kadang timbul keinginan untuk mengulanginya, sehingga sering aku melampiaskannya dengan onani, atau melamun sendiri di kamar karena dihantui perasaan itu.

TAMAT

Birahi para kuli


Birahi para kuli


Sudah dua jam lebih Upit menunggu lewatnya bus jalur 6A yang biasanya mengantarkannya pergi pulang sekolah. Ya, hanya bus rakyat itulah satu-satunya sarana transportasinya dari Godean ke SMP Negeri favorit di bilangan dekat perguruan tinggi negeri. Tapi sejauh ini, bus itu belum nongol-nongol juga. Padahal kakinya sudah semutan terus berdiri di depan proyek bangunan berlantai tiga yang rencananya untuk restoran ayam goreng terkenal dari Amerika itu. Upit yang kelas satu dan belum sebulan ini masuk sekolah barunya, melirik sekali lagi jam tangannya hadiah dari kakaknya yang kerja di Batam. Pukul lima siang lewat sepuluh menit. Inilah arloji hadiahnya jika masuk SMP favorit. Gadis 12 tahun bertubuh imut tapi tampak subur itu memang pintar dan cerdas. Tak heran jika ia mampu menembus bangku sekolah idamannya.

Cuaca di atas langit sana benar-benar sedang mendung. Angin bertiup kencang, sehingga membuat rambut panjang sepinggangnya yang lebat tapi agak kemerahan itu berkibar-kibar. Hembusannya yang dingin membuat gadis berkulit kuning langsat dan berwajah ayu seperti artis Paramitha Rusady itu memeluk tas barunya erat-erat untuk mengusir hawa dinginnya. Berulang kali bus-bus kota lewat, tapi jalur yang ditunggu-tunggunya tak kunjung lewat juga. Sejenak Upit menghela nafasnya sambil menebarkan pandangannya ke seluruh calon penumpang yang berjejalan senasib dengannya. Lalu menengok ke belakang, memperhatikan pagar seng bergelombang yang membatasi dengan lokasi pembangunan proyek tersebut. Tampak puluhan pekerjanya yang tengah meneruskan kegiatannya, walaupun cuaca sedang jelas hendak hujan deras. Hilir mudik kendaraan yang padat kian membuat kegelisahannya memuncak.

Mendadak hujan turun dengan derasnya. Spontan saja, Upit dan tiga orang calon penumpang bus kota yang di antaranya dua pasang anak SMA dan seorang bapak-bapak secara bersamaan numpang berteduh masuk ke lokasi proyek yang pintunya memang terbuka dan di sana terdapat bangku kayu serta teduh oleh tritisan beton. Sedangkan belasan orang lainnya memilih berteduh di depan toko fotocopy yang berada di sebelah bangunan proyek itu. "Numpang berteduh ya, Pak!" pinta ijin bapak-bapak itu disahuti teriakan "iya" dari beberapa kuli bangunan yang turut pula menghentikan kerjanya lalu berteduh di dalam bangunan proyek. Tapi dalam beberapa menit saja, bapak tua itu telah berlari keluar sambil berterima kasih pada para kuli bangunan setelah melihat bus kota yang ditunggunya lewat.

Tak sampai lima menit kedua anak SMA itupun mendapatkan bus mereka. Kini Upit sendirian duduk menggigil kedinginan.
"Aduh..!" kaget Upit yang tersadar dari lamunannya itu tatkala sebuah bus yang ditunggunya lewat dan berlalu kencang. Tampak wajah gelisah dan menyesalnya karena melamun.
"Mau pakai 6A, ya Dik?" tanya seorang kuli yang masih muda belia telah berdiri di sampingnya Upit yang tengah mondar-mandir di depan bangku.
Upit sempat kaget, lalu tersenyum manis sekali.
"Iya Mas. Duh, busnya malah bablas. Gimana nih?!"
"Tenang saja, jalur 6A-kan sampai jam tujuh malam. Tunggu saja di sini, ya!" ujarnya sambil masuk ke dalam.

Upit hanya mengangguk ramah, lalu duduk kembali di bangkunya, yang sesekali waktu dia menengok ke arah timur, kalau-kalau terlihat bus jalur 6A lewat. Setengah jam lewat. Tak ada tanda-tanda bus itu lewat. Upit melihat ke dalam gedung yang gelap itu, tampak sekitar lima puluh kuli sedang istirahat. Sebagian asyik ngobrol, lainnya merokok atau mandi di bawah siraman air hujan. Lainnya terlihat terus-menerus memperhatikan Upit. Perasaan tak enak mulai menyelimuti hatinya.

Belum sempat otaknya berpikir keras untuk dapat keluar dari lokasi proyek, mendadak sepasang tangan yang kuat dan kokoh telah mendekap mulut dan memiting lehernya. Upit kaget dan berontak. Tapi tenaga kuli kasar itu sangatlah kuat, apalagi kuli lainnya mengangkat kedua kaki Upit untuk segera dibawanya masuk ke dalam bangunan proyek.

"Diam anak manis! Atau kami gorok lehermu ini, hmm!" ancam kuli yang telanjang dada yang menyekapnya itu sambil menempelkan sebilah belati tajam di lehernya, sedangkan puluhan kuli lainnya tertawa-tawa senang penuh nafsu birahi memandangi kemolekan tubuh Upit yang sintal padat berisi itu. Upit hanya mengagguk-angguk diam penuh suasana takut yang mencekam. Tak berapa lama gadis cantik itu sesenggukan. Tapi apalah daya, suara hujan deras telah meredam tangis sesenggukannya. Sedangkan tawa-tawa lima puluh enam kuli usia 16 sampai yang tertua 45 tahun itu kian girang dan bergema sembari mereka menanggalkan pakaiannya masing-masing.

Upit melotot melihatnya.
"Jangan macam-macam kamu, ya. Hih!" ancamnya lagi sambil membanting tubuh Upit di atas hamparan tenda deklit oranye yang sengaja digelar untuk Upit. Tas sekolahnya diserobot dan dilempar ke pojok. Upit tampak menggigil ketakutan. Wajahnya pucat pasi menyaksikan puluhan kuli itu berdiri mengelilingi dirinya membentuk formasi lingkaran yang rapat.
"Tolong.. tolong ampuni saya Pak.. jangan sakiti aku.. kumohon.. toloong, ouh.. jangan sakiti aku.." pinta Upit merengek-rengek histeris sambil berlutut menyembah-nyembah mereka.

Tapi puluhan kuli itu hanya tertawa ngakak sambil menuding-nuding ke arah Upit, sedangkan lainnya mulai menyocok-ngocok batang zakarnya masing-masing.
"Buka semua bajumu, anak manis! Ayo buka semua dan menarilah dengan erotisnya. Ayo lakukan, cepaat!" perintah yang berbadan paling kekar dan usia sekitar 30 tahun itu yang tampaknya adalah mandornya sambil mencambuk tubuh Upit dengan ikat pinggang kulitnya.
"Cter!"
"Akhh.. aduh! Sakit, Pak.. akhh..!" jerit kesakitan punggungnya yang kena cambuk sabuk.
Tiga kali lagi mandor itu mencabuk dada, paha dan betisnya. Sakit sungguh minta ampun. Upit menjerit-jerit sejadinya sambil meraung-raung minta ampun dan menangis keras. Tapi toh suaranya tak dapat mengalahkan suara hujan.

"Cepat lakukan perintahku, anak manja! Hih!" sahut mandor sambil melecutkan sabuknya lagi ke arah dada Upit yang memang tumbuhnya belum seberapa besarnya, bisa dikatakan, buah dadanya Upit baru sebesar tutup teko poci. Upit kembali meraung-raung.
"Iya.. iya Pak.. tolong, jangan dicambuki.. sakiit.. ouh.. ooh.. huk.. huuh.." ucap Upit yang telah basah wajahnya dengan air mata.
Ucapannya itu disahuti oleh gelak tawa para kuli yang sudah tak sabar lagi ingin menikmati makan sore mereka.
"Aduuh, udah ngaceng nih, buruan deh lepas bajunya."
"Iya, nggak tahan lagi nih, mau kumuntahkan kemananya yaa?"
Perlahan Upit beranjak berdiri dengan isak tangisnya.
"Sambil menari, ayo cepat.. atau kucambuk lagi?" desak mandor mengancam.
Upit hanya mengangguk sambil menyadari bahwa batang-batang zakar mereka telah ereksi semua dengan kencangnya.

Upit perlahan mulai menari sekenanya sambil satu persatu memreteli kancing seragam SMP-nya, sedangkan para kuli memberikan ilustrasi musik lewat mulut dan memukul-mukulkan ember atau besi. Riuh tapi berirama dangdut. Sorak-sorai mewarnai jatuhnya bajunya. Upit kian pucat. Kini gadis itu mulai melepas rok birunya. Kain itu pun jatuh ke bawah dengan sendirinya. Kini Upit tinggal hanya memakai BH dan CD serta sepatu. Sepatu dilepas. Upit lama sekali tak melepas-lepas BH dan CD-nya. Dengan galak, mandor mencabuk punggungnya.
"Cter!"
"Auukhh.. ouhk..!" jerit Upit melepas BH dan CD-nya dengan buru-buru.
Tentu saja dia melakukannya dengan menari erotis sekenanya. Terlihat jelas bahwa Upit belum memiliki rambut kemaluan. Masih halus mulus serta rapat. Tepuk tangan riuh sekali memberikan aplaus.

Sedetik kemudian, rambut Upit dijambak untuk dipaksa berlutut di depan mandor. Upit nurut saja.
"Ayo dikulum, dilumat-lumat di disedoot.. kencang sekali, lakukan!" perintahnya menyodorkan batang zakarnya ke arah mulut Upit.
Upit dengan sesenggukan melakukan perintahnya dengan wajah jijik.
"Asyik.. terus, lebih kuat dan kencang..!" perintahnya mengajari juga untuk mengocok-ngocok batang zakar mandor.
Upit dengan lahap terus menerus menyedot-nyedot batang zakarnya mandor yang sangat keasyikan. Seketika zakar itu memang kian ereksi tegangnya. Bahkan mandor menyodok-nyodokkan batang zakarnya ke dalam mulut Upit hingga gadis itu nyaris muntah-muntah karena batang zakar itu masuk sampai ke kerongkongannya.

Di belakang Upit dua kuli mendekat sambil jongkok dan masing-masing meremas-remas kedua belah buah dadanya Upit sembari pula mempintir-plintir dan menarik-narik kencang puting-puting susunya itu.
"Ouuhk.. hmmk.. aauuhk.. hmmk..!" menggerinjal-gerinjal mulut Upit yang masih menyedot-nyedot zakar mandor.
Tak berapa lama spermanya muncrat di dalam mulut Upit.
"Creeot.. cret.. croot..!"
"Telan semua spermanya, bersihkan zakarku sampai tak tersisa!" perintah galak sambil menjambak rambut Upit.
Gadis itu menurut pasrah. Sperma ditelannya habis sambil menjilati lepotan air mani itu di ukung zakar mandor sampai bersih.

Mandor mundur. Kini Upit kembali melakukan oral seks terhadap zakar kuli kedua. Dalam sejam Upit telah menelan sperma lima puluh enam kuli! Tampak sekali Upit yang kekenyangkan sperma itu muntah-muntah sejadinya. Tapi dengan galak mandor kembali mencambuknya. Tubuh bugil Upit berguling-guling di atas deklit sambil dicambuki omandor. Kini dengan ganas, mereka mulai menusuk-nusukkan zakarnya ke dalam vagina sempit Upit. Gadis itu terlihat menjerit-jerit kesakitan saat tubuhnya digilir untuk diperkosa bergantian. Sperma-sperma berlepotan di vagina dan anusnya yang oleh sebagian mereka juga melakukan sodomi dan selebihnya membuang spermanya di sekujur tubuhnya Upit. Upit benar-benar tak tahan lagi. Tiga jam kemudian gadis itu pingsan. Dasar kuli rakus, mereka masih menggagahinya. Rata-rata memang melakukan persetubuhan itu sebanyak tiga kali. Darah mengucur deras dari vagina Upit yang malang.

TAMAT

Catatan 12 mei 1998


Catatan 12 mei 1998


Pada tanggal 11 Mei 1998 pukul 5 sore, saya mendarat di Jakarta setelah 4 jam lamanya saya berada di pesawat untuk perjalanan antara Australia dan Jakarta. Saya dijemput oleh orang tua karena saya sudah lama tidak mengenal Jakarta. Setelah sampai di rumah, saya menelepon teman-teman saya terutama teman SMA saya. Tetapi di antara 10 orang yang saya telepon, hanya seorang yang kebetulan sedang ada di tempat sewaktu saya menelepon mereka. Namanya adalah Venny *********.

Sewaktu saya meneleponnya, dia sempat kaget karena saya masih ingat dengannya. Venny adalah anak tunggal. Ia menceritakan bahwa dirinya sekarang berada di rumah sendirian dan dia sangat takut dengan keadaan di Indonesia yang semakin memanas. Saya hanya memintanya untuk berdoa. Saya bercerita banyak kepadanya mengenai suasana di Australia, pelajaran saya di Australia dan juga mengenai kekasih saya yang masih berada di Australia. Dia juga menceritakan semua masalah yang dihadapi di perkuliahannya termasuk menceritakan saat kekasihnya mencampakkan dia setelah cowoknya mengenal seorang gadis dari IRC.

Kami bercakap cakap selama sejam lamanya hingga kami mesti mengakhiri percakapan kami karena orang tua saya melarang saya telepon terlalu lama dan sebelum menutup telepon, saya memberitahu bahwa saya akan ke rumahnya besok karena saya sangat bosan dengan liburan selama sebulan tanpa kegiatan apapun. Akhirnya saya membuat janji bertemu dengannya besok siangnya.

12 Mei 1998, seperti biasanya, saya mandi, makan pagi dan makan siang dan ketika saya sudah selesai makan, telepon berdering. Karena pembantu saya ada di dalam kamarnya, maka sayalah yang mengangkat telepon dan ternyata Venny yang menelepon saya. Akhirnya saya memberitahukan bahwa saya akan kerumahnya sekarang juga karena saya sudah berbenah diri. Venny nampaknya sangat senang mendengar rencana kedatangan saya karena dia sebenarnya juga sendirian di rumah karena orang tuanya kebetulan sedang ada urusan di luar negeri sementara pembantunya semuanya sedang mudik. Selama dalam perjalanan ke rumah Venny, saya sempat melihat iring-iringan demonstrasi di sekitar salah sebuah Universitas di Jakarta. Saya meminta sopir taksi untuk sedikit mempercepat taksinya karena saya merasa bakal ada yang tidak beres jika saya berlama-lama di arena demonstrasi ini.

Akhirnya saya tiba di rumah Venny. Rumah Venny cukup besar karena dia termasuk orang strata atas. Setelah saya masuk ke ruang tengah rumah Venny, kami mengobrol mengenai segala hal dan Venny menyuguhkan saya air jeruk. Sambil mengobrol mengenai keadaan pendidikan di Australia karena sebenarnya Venny ingin melanjutkan ke Australia juga sama seperti saya setelah dia menyelesaikan S1 di Universitas *******, kami menonton televisi bersama dan pada saat itu sedang ada acara Sekilas Info di RCTI yang memberitahukan bahwa ada penembakan misterius di Trisakti yang membuat Venny ketakutan setengah mati. Karena dia merasa takut, saya memberitahu dia bahwa sebenarnya saya juga merasa khawatir jika saya pulang sekarang. Saya memberitahu Venny bahwa saya akan pulang agak malam agar saya tidak menemui hal-hal yang tidak diinginkan di tengah jalan.

Tetapi sungguh nasib jelek, ketika saya baru saja menyelesaikan perkataan saya, tiba tiba masuklah 5 pemuda ke rumah Venny secara mendadak. Dua orang di antaranya mendekati saya. Saya berusaha menerapkan ilmu karate yang saya miliki terhadap mereka tetapi tentu saja kekuatan seseorang akan sangat sulit melawan 5 orang pemuda yang memiliki senjata tajam apalagi sekarang berat badan saya telah bertambah sehingga gerakan perlawanan saya menjadi kurang efektif. Akhirnya saya tidak sadarkan diri setelah mendapat pukulan dan tendangan dari mereka. Di saat saya sadar, saya mendapatkan diri saya telah berada di kamar Venny dan melihat Venny yang dalam keadaan telentang tidak berdaya di atas ranjangnya dengan tubuh tanpa busana sementara seorang pemuda berambut gondrong tengah menyetubuhinya.

Saya mendengar isak tangis Venny dan tak lama kemudian, seorang pemuda yang berambut gaya tentara mendekati Venny dan memaksa Venny untuk mengulum penisnya. Tentu saja dengan terpaksa dan penuh rasa ketakutan, Venny melakukan hal itu dan saya melihat beberapa kali Venny merasa mual dan ingin muntah. Tetapi setiap kali dia ingin muntah karena bau dari penis cowok itu, pemuda itu langsung menampar pipi Venny sehingga membuat venny menangis dan mengulum penisnya kembali. Hal ini membuat saya geram dan meronta dari ikatan tali di tubuh saya, seorang pemuda yang berdiri di sebelah saya melihat aksi saya untuk melepaskan diri sehingga ia memukul dada dan kepala saya yang membuat saya pingsan kembali.

Ketika saya sadarkan diri, tiba tiba cowok yang memukul saya melepaskan seluruh ikatan saya dan memerintahkan saya menyetubuhi Venny. Saya tidak mengerti maksud dari permainan mereka dan saya menolak. Tetapi tolakan saya ini berakibat saya mendapatkan tendangan dan pukulan di tubuh saya sehingga mau tidak mau saya menuruti kemauan mereka. Saya mendekati tubuh Venny yang telanjang dan saya meminta maaf kepada Venny karena saya tidak dapat berbuat apa apa. Venny meminta saya melakukan apa saja yang mereka minta agar kami berdua tidak lagi disiksa oleh mereka.

Saya mulai melepaskan baju dan celana saya dan pemuda-pemuda itu mulai tertawa dan mulai mengocok- ngocok penis mereka sendiri-sendiri yang baru saja mereka pergunakan untuk memperkosa Venny. Saya mencium leher dan bibir Venny dengan penuh rasa takut dan di saat saya mencium leher Venny, tangisan Venny berubah menjadi desahan panjang sehingga membuat penis saya yang masih lemas menjadi mengeras dan seakan-akan meminta segera dimasukkan ke dalam liang kewanitaannya. Saya kemudian mendekati vagina Venny, saya dapat melihat bahwa ada darah yang bercampur dengan sperma dari pemuda-pemuda tadi.

Saya berpikir bahwa kelima pemuda tadi pastilah memperkosa Venny di saat saya sedang tidak sadarkan diri. Saya sempat bengong untuk beberapa saat dan seorang pemuda memukul kepala belakang saya dan memerintahkan saya untuk menjilati vagina Venny. Terus terang saya terangsang melihat tubuh Venny yang seksi dan montok tetapi bagaimanapun dia adalah teman SMA sekaligus adik angkat saya.

Saya merasa tidak tega jika saya harus bersetubuh dengan Venny karena dia sudah saya anggap seperti adik angkat saya sendiri. Tetapi pukulan di kepala belakang yang saya terima berulang kali di saat saya bengong melihat vagina Venny yang penuh darah dan sperma membuat saya mau tidak mau menjilat vagina Venny. Saat saya menjilat vagina Venny, para pemuda itu saling memandang sambil tertawa-tawa sementara tangan mereka masih aktif mengocok penis mereka masing-masing. Jilatan saya yang berulang ulang membuat Venny terangsang, ditandai dengan desahannya yang panjang. Hal ini membuat seorang pemuda tersebut berkata "Neng, elu tuh ye, tadi nangis sekarang enjoy, dasar perempuan pelacur", sambil terus mengocok penisnya.

Tiba tiba salah seorang pemuda memukul kepalaku lagi dan menyuruhku untuk memasukkan penisku ke dalam vagina Venny. Venny kembali menangis karena dia tahu bahwa aku adalah kakak angkatnya dan aku juga mengerti perasaannya sehingga aku menjadi terdiam tetapi saya terus mendapat pukulan dan tendangan. Saya menjadi geram sekali dan berusaha melawan mereka, tetapi sungguh malang, saya mendapatkan sabetan golok di tangan sehingga saya mau tidak mau harus menuruti kemauan mereka.

Saya mulai mengarahkan penis saya ke dalam kewanitaan Venny dan mulai memasukkannya dengan perlahan-lahan tetapi salah seorang pemuda mendorong tubuh saya dengan kakinya sehingga penis saya menjadi masuk seluruhnya secara paksa. Masuknya keseluruhan penisku ke dalam vagina Venny karena dorongan dari salah seorang pemuda itu membuat kenikmatan sendiri di batinku tetapi sekaligus bercampur dengan rasa bersalah. Venny meringis kesakitan dan melihat hal ini, saya mendiamkan penis saya di dalam vagina Venny agar Venny menjadi terbiasa dengan penis saya. Setelah itu, saya mulai menggosok gosokkan penis saya di dalam vaginanya.

Saya masih terus memainkan penis saya di dalam vaginanya sementara seorang pemuda yang berambut gondrong mendekati payudara Venny dan menjilatinya sementara tangannya masih terus mengocok penisnya yang semakin membesar. Pemuda yang berambut cepak gaya tentara kemudian mendekati Venny dan memaksa Venny mengulum penisnya. Kuluman bibir venny yang kecil membuat pria itu menyemprotkan seluruh spermanya di dalam mulut Venny sehingga membuat Venny menjadi mual kembali, tetapi karena melihat tangan pemuda yang baru saja klimaks tadi mengepalkan tangannya ke arah pipi Venny, Venny langsung menelan semua sperma pemuda tadi sambil menangis terisak isak.

Saya masih terus memainkan penis saya hingga membuat sensasi tersendiri di dalam tubuh saya. Saya tidak dapat membohongi diri saya sendiri bahwa sebenarnya saya pun mulai terangsang dengan permainan vagina Venny yang terus menerus memijit-mijit penis saya. Saya tahu bahwa sebenarnya tubuh Venny juga menyukai permainan saya, karena saya juga telah merasakan cairan "pipis" dari dalam tubuh Venny beberapa kali yang telah membasahi penis saya. Saya ingin mengeluarkan sperma saya di luar tubuh Venny karena dia adalah adik angkat saya tetapi apa daya, akarena ada ancaman dari salah seorang pemuda yang berkata, "Elu harus keluarin sperma elu di dalam tubuh cewek elu, kalo gak, elu berdua gue bunuh sekarang juga", membuat saya menjadi takut untuk mengeluarkan penis saya keluar dari pijitan kewanitaan Venny yang nikmatnya luar biasa.

Perasaan nikmat dan rasa kasihan bercampur aduk di dalam diriku, pijitan nikmat vagina venny yang terus memijit-mijit penis saya membuat saya tidak sanggup lagi menahan rasa nikmat ini untuk seterusnya. Akhirnya saya berteriak dengan penuh rasa nikmat dan mengeluarkan seluruh air mani saya kedalam liang kewanitaan Venny yang rupanya juga telah mengeluarkan cairan kenikmatan wanita yang bercampur dengan darah. Sebenarnya saya tahu bahwa Venny juga menyukai permainan penisku tetapi tangisan yang bercampur dengan desahannya membuatku bingung kapan dia mendapatkan sensasi kenikmatan yang luar biasa itu, tetapi saya yakin bahwa sebenarnya dia sudah mendapatkan kenikmatan tersebut.

Akhirnya saya dan Venny kelelahan sehingga saya tertidur di atas tubuh Venny sampai sore hari. Ketika saya terbangun, saya mengetahui bahwa pemuda-pemuda brengsek itu telah pergi dan tinggal kami berdua di kamar Venny dan saat itu saya tengah memeluk tubuh Venny dengan penuh belas kasih. Tiba tiba Venny juga terbangun dan dia kembali menangis terisak-isak ketika mendapatkan tubuhnya dan tubuhku dalam posisi telanjang. Dia mengetahui dengan persis apa yang telah terjadi pada dirinya. Saya terus terang merasa sangat bersalah dan berkali-kali saya meminta maaf kepadanya. Venny menyadari bahwa saya bersetubuh dengan dirinya karena paksaan dari orang lain. Dia hanya dapat memandangku dengan mata yang berkaca-kaca dan dia langsung memeluk tubuhku sambil menangis sejadi-jadinya.

Saya merasa kasihan kepadanya tetapi pada saat itu saya benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Setelah ia agak tenang dari rasa shock dan sedihnya walaupun saya tahu bahwa sebenarnya dia masih merasa ketakutan atas peristiwa tadi siang, saya pamit pulang kepadanya karena hari sudah malam. Setelah kejadian itu, saya terus menemani Venny tiap hari sampai saya harus kembali ke Australia karena masa liburan saya sudah selesai. Hingga sekarang, peristiwa yang menimpa adik angkat saya itu tidak dapat saya lupakan dan saya benar benar benci dengan peristiwa itu.

Tanggal 12 Mei 1998 adalah hari yang tidak terlupakan untuk adik angkatku dan terutama kepada saya sendiri karena akibat peristiwa itu, Venny melahirkan seorang bayi yang dia rawat bersama sama orang tuanya. Saya pernah menjenguk Venny dan bayinya. Untungnya orang tua Venny dapat memaklumi dan tidak membenci saya serta tetap menganggap saya sebagai anak angkatnya sendiri. Saya tidak tahu apakah bayi itu adalah milik saya atau milik salah satu dari pemuda-pemuda brengsek itu. Venny, saya mohon maaf sedalam-dalamnya jika kamu membaca cerita ini.

TAMAT

Gadis yang itu


Gadis yang itu


"Bung, sekarang giliran kamu. Hayoh! Jangan sungkan-sungkan!"


Saat aku menatap tubuh telanjang di atas tempat tidur itu, terus terang rasa tidak tegaku muncul. Gadis itu masih terlalu kecil, kataku dalam hati. Payudaranya saja belum tumbuh benar. Tapi lendir-lendir basah keputihan yang mengalir dari liang kemaluannya itu berkata lain.

"Tunggu apa lagi? Hayoh! Kalau tidak mau ya, jangan di sini!"


Gadis kecil itu membuka sedikit kelopak matanya. Aku terenyuh saat menyaksikan matanya seolah memohon agar penderitaannya segera diakhiri. Ia harus pulang, kata matanya, ia harus menyetor lembar puluhan ribu itu pada ibunya. Ia harus membayar untuk keperluan sekolahnya. Tapi ia masih terlalu kecil, lagi kata hatiku berseru. Kamu punya otak? Punya hati nurani? Otak mungkin sudah terbang, saat aku mendekati gadis kecil itu. Tapi nurani masih ada Bung, karena itu aku menutup mata.

"Hkk.." gadis kecil itu mengerang saat batang kemaluanku menusuk masuk.


Licin, gumamku dalam hati. Beberapa orang tertawa di belakangku.


"Begitu baru bagus. Hayoh..! Sikat dia! Tancap terus sampai mampus!"


Aku menggerakkan pinggulku tanpa perasaan. Tidak sekali pun kubuka mata ini. Sebab kalau kubuka dan aku melihat wajahnya yang meringis itu, aku pasti akan segera melarikan diri.


"Hayoh..! Hahaha..! Hayoh..!"

Laki-laki yang suka berseru "Hayoh!" itu bernama Jomblang. Jelas-jelas itu nama panggilan. Nama aslinya aku tidak tahu, karena aku baru mengenalnya malam itu, saat aku dan teman-temanku bersenda gurau di sebuah warung kopi. Sayang, saat Erwin menyapanya, aku tidak melihat gadis kecil itu berdiri di belakangnya. Lihatlah sekarang, apa yang sedang kulakukan. Aku sedang bersetubuh dengan seorang bocah ingusan yang kukira usianya terpaut dua puluh tahun denganku.

"AKK..! AKK..!" begitu aku mendengarnya memekik-mekik.


Suara tawa sahabat-sahabatku, beserta teriakan-teriakan penambah semangat mereka masih juga dapat kudengar.


"Hayoh..! Sikat, Bleh..!" juga suara si Jomblang yang parau itu.


Aku heran, kenapa juga tadi aku mau diajak ke rumah ini. Kenapa juga tadi aku mau disuruh masuk ke dalam kamar untuk menyaksikan semuanya. Dan kenapa aku mau pula saat disuruh 'melakukan'?

"Ampun, Oom..! Ampun..!" tiba-tiba aku mendengar si gadis kecil merengek.


Tidak tahan, kubuka mataku. Benar juga. Hatiku pilu seketika. Ternyata gadis kecil itu sedang menangis sesunggukan. Beban lima lelaki pasti terlalu berat untuknya.


"Lihat! Dia minta ampun! Hahaha..!" suara si Jomblang terdengar lagi, tawanya semakin keras.


Aku berhenti menggerakkan pantatku. Ya. Aku berhenti. Kupandangi gadis itu yang sudah diam dalam-dalam. Kelopak matanya yang tadi terpejam juga membuka. Dan ia menatapku di balik genangan air matanya.


"Oom.."

"Hayoh..! Kenapa berhenti?"


"Sudah, Blang, sudah. Kasihan itu anak kecil."


Saat aku menoleh, kulihat salah seorang temanku memegangi pundak si Jomblang. Tetapi orang berwajah liar itu langsung menepis.


"Edan! Masa cuma segitu? Hayoh! Terus lagi..!"


Aku kembali berpaling ke arah si gadis kecil. Hatiku merasa iba. Gadis kecil itu memejamkan matanya. Ia begitu pasrah.

Sorakan si Jomblang kembali terdengar saat aku bergerak lagi, "Hayoh..! Hayoh..! Hayoh..!"


Hayoh kepalamu, pikirku berang. Tapi aku bergerak juga. Akhirnya, aku tidak tahan lagi. Kutarik batang kemaluanku dan ejakulasi di atas bulu kemaluannya yang jarang-jarang itu. Sorakan-sorakan menghilang, juga hayoh-hayoh. Semua seolah meresapi kejadian itu. Bangsat..! Batinku dalam hati. Bukan pada si hayoh-hayoh itu. Tapi pada diriku sendiri.

"Bagus, Bung. Anda luar biasa..!" si Jomblang menepuk pundakku dari belakang.


Saat kubalikkan tubuh, teman-temanku berkerenyit dengan menggeleng. Erwin tampak menyiratkan rasa penyesalan itu di bibirnya yang tergigit. Selebihnya, hanya si hayoh-hayoh yang terkekeh-kekeh. Mengapa orang-orang ini begitu takut pada si liar itu, tanyaku dalam hati. Hatiku terasa kecut saat menyadari bahwa aku juga takut.

"Blang, kami pulang dulu." akhirnya Erwin membuat semua orang selain si hayoh, bernafas lega.


Tanpa memperhatikan, Jomblang mengayunkan lengan.


"Hahaha. Oke, oke. Terima kasih dan hati-hati di jalan."


Aku berharap dia mati ditabrak bus nyasar saat ia keluar wisma nanti. Bodoh, itu tidak akan terjadi. Sementara di depan mataku, yang terjadi saat itu si Jomblang sudah menindih tubuh gadis kecil itu dan menciuminya dari jidat ke payudara. Monyet, umpatku sekali lagi sebelum meninggalkan tempat itu.

Selama perjalanan pulang, tidak ada seorang pun dari kami berempat yang mengeluarkan suara. Semuanya sibuk dengan ingatan akan dosa masing-masing. Oke, kami tadi baru saja menggauli beramai-ramai seorang gadis di bawah umur. Menggelikan mengingat perut-perut buncit kami yang seharusnya kenyang berisi pengalaman tentang getir hidup. Seorang bocah dan lima lelaki? Sinting! Tapi itulah yang teradi belasan menit yang lalu.

"Hati-hati, Ton."


"Iya, kalian juga," balasku dengan memaksa diri untuk tersenyum.


Panther kelabu itu segera melaju dari hadapanku. Saat kubalikkan tubuh, yang kutatap pertama kali adalah rasa menyesal.

Rumah benar-benar sepi saat aku masuk. Lampu ruang tamu dan ruang tengah juga sudah dimatikan. Jam di atas TV menunjukkan pukul setengah dua pagi. Berusaha tidak menimbulkan kegaduhan, aku melepas sepatu kerja yang kukenakan, lalu menuju ke kamar tidur.

"Pa..?" wanita itu, isteriku, membalikkan tubuh saat aku menutup pintu.


"Belum tidur, Ma..?" tanyaku sambil tersenyum. Ia menggelengkan kepala.


"Dari mana..?"


Dari memperkosa seorang bocah, kata hatiku.


"Dari jalan-jalan. Dengan yang lainnya," jawabku seraya melepas kemeja dan celana.


"Minum..?" kudengar wanita itu bertanya lagi.


"Tidak, hanya kopi." kataku.

Kuraih sebuah kaos dan celana pendek.


"Sini..!" bisiknya setelah aku berpakaian.


Saat aku tiba di pinggir tempat tidur, ia merentangkan kedua tangannya.


"Aku mau memelukmu. Pelukan selamat datang." bisiknya seraya tersenyum.


Kubalas senyumannya, lalu menjatuhkan tubuhku di atas tempat tidur, ke dalam pelukannya.

"Capek?" ia bertanya.


Tangannya memijat dada dan pangkal lengan kiriku. Aku mengangguk. Capeknya bukan di otot, Ma. Tapi di hati.


"Mau aku.. mm..?"


Kupegang tangannya saat ia mulai mengelus bagian bawah pusarku.


"Aku mau keluar sebentar." ucapku, mencoba untuk tersenyum.


Wanita itu mengangguk.

Aku bangkit dari tempat tidur, lalu melangkah keluar kamar. Bingung. Apa yang harus kulakukan? Kulangkahkan kakiku menuju dapur, membuka kulkas, dan mengeluarkan botol jus melon yang isinya masih tersisa sepertiga. Jus melon itu membuat tenggorokanku yang kering menjadi lebih segar. Begitu pula otakku. Mungkin kalau ada jus melon penghilang rasa bersalah, akan sangat berguna saat itu. Tanpa sadar, kesegaran itu membawa kakiku melangkah melintasi lorong rumah. Saat kubuka pintu kamar berwarna merah jambu itu, aku tersenyum. Kamar itu terasa hangat sekali.

Aku tidak berani menyalakan lampu. Takut kalau bidadari kecil itu terbangun nantinya. Jadi kubiasakan pandanganku dalam gelap, sebelum melangkah lebih dekat, sampai ke pinggir tempat tidur. Angin dari AC ini dingin sekali, pikirku dalam hati. Aku membalikkan tubuhku dan menuju AC yang mendengung di belakangku. Aku sedikit heran saat melihat tombol sudah menunjuk ke LOW. Belum ada kontrol temperatur seperti AC di kamarku sendiri. AC tua ini masih bagus, selalu begitu kataku pada isteriku.

Masih merasa dingin dan bingung, aku mengangkat bahu dan melangkah mendekati tempat tidur. Senyumku mengembang saat melihatnya. Bidadari kecilku, bisikku dalam hati. Masih tersenyum, kuangkat selimut yang menutup sampai ke pundaknya. Dan bidadari kecilku menggeliat, menyadari kehadiran bapaknya.

Aku meloncat mundur dan memegangi tembok. Wajah gadis itu..! Gadis itu..! Gadis itu menyeringai ke arahku. Matanya membeliak mengerikan. Bola mata seolah hendak melompat dari situ. Ia menyeringai menampakkan deretan giginya yang kuning. Lalu matanya memutih dan seringainya hilang, berganti dengan mulut yang setengah membuka.


"AKK..! AKK..!" desahan itu menggema di kepalaku.


"Tidak..!" aku berbisik dan menutup telingaku. Kupejamkan mata.

Saat aku membuka mata, hanya dengung AC dan keremangan yang menyambutku. Keringat dingin mengucur di dahiku. Bulu tengkuk yang sedetik lalu berdiri sudah kembali lemas. Tapi jantungku masih berdegup kencang. Kuberanikan diri untuk kembali mendekat. Kuhembuskan napas lega saat melihat bidadari kecilku di sana. Masih tetap cantik dan molek, mirip ibunya. Tersenyum lega, kubetulkan tepian selimut yang menutupi tubuhnya. Saat itu mendadak hawa dingin kurasakan lagi. Kali ini lebih dingin. Berkerenyit ngeri, aku membalikkan tubuh menuju pintu keluar. Mirip kucing kena air, aku menutup pintu dan cepat-cepat kembali ke kamarku sendiri.

Isteriku menyambutku dengan wajah heran.


"Dari mana saja, Pa? Tadi aku mendengar suara. Papa baik-baik saja?"


Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Aku hanya memandang ke arahnya dengan pandangan kosong. Saat aku berhasil menguasai ketakutanku. Sedih muncul. Rasa bersalah muncul.

"Aku akan menjadi Papa yang baik," begitu aku berkata padanya saat bidadari itu lahir ke dunia.


Aku masih mengingatnya dengan baik sekali. Dan waktu itu ia berkata, "Aku percaya padamu, Pa."


Semuanya terasa menjadi sebuah kebohongan besar sekarang. Jadi bohong setelah bertahun-tahun tampak nyata.

Aku tidak sadar bagaimana ia mendadak ada di hadapanku. Isteriku mengangkat tangan dan menempelkan punggung telapaknya di keningku.


"Kamu berkeringat. Kamu sakit?" ucapnya dengan nada khawatir.


Kugelengkan kepala. "Tidak, aku tidak apa-apa."


Lagi-lagi sebuah dusta. Entah berapa banyak lagi yang akan mengalir dari mulutku. Aku tidak tahu.

Isteriku lalu mencium bibirku. Aku merinding saat kusadari apa yang ia mau dariku saat itu. Tapi tubuhku tidak kuasa menahan gejolak yang ditimbulkannya. Dari gesekan-gesekan buah dadanya. Dari caranya memeluk dan mempermainkan cuping telingaku.

Tidak berapa lama kemudian, kami sudah bergulat tanpa busana di ranjang. Menggeluti satu dengan lainnya seperti ular, dengan tangan dan kaki. Bibir saling berpagutan. Tangannya bergerak aktif membelai bagian-bagian tubuhku. Aku pun tidak kalah sengit. Semakin bernafsu memainkan jemariku di dalam liang kewanitaannya. Masih berpagutan, ia tersenyum. Matanya yang semula mengatup menatapku mesra.

Sedetik setelah aku tersenyum, isteriku mendorong pundakku lalu mengangkangi tubuhku. Tidak tahan dengan sensasi yang muncul kala batang kemaluanku didudukinya, aku mengerang dan membusurkan punggungku. Isteriku bergerak-gerak maju mundur di atasku.


"Ahh.. ahh..!" erangannya dan eranganku menyatu.


"Ahh.. ah.. AKK..! AKK..!"

Aku membuka mata, membelalak ngeri.


GADIS ITU..! GADIS ITU..! IA DI ATASKU SEKARANG..! Ia menyeringai. Menyeringai jahat. Matanya membeliak, bolanya hendak melompat keluar. Kemudian matanya memutih, dan bibirnya setengah membuka. Hawa terasa dingin sekali seketika.


"AKK..! AKK..!"

"Aaarrgghh..!" aku berteriak sekuat tenaga.


Aku mendorong lenganku dan melontarkan tubuh itu dari atasku. Kuayunkan lenganku ke depan.


"Pergi..! Pergi..!" teriakku seraya menutup mata.


Suara benda jatuh dan erang kesakitan membuatku tersadar. Saat kubuka mataku, kulihat isteriku mengaduh di lantai.

"Ma..?" panggilku terkejut.


Isteriku masih mengelus-elus pinggulnya saat ia menatapku dengan pandangan bertanya-tanya.


"Pa..? Kenapa sih..? Ada apa..?"


Aku menutup wajahku dan tidak tahu harus berkata apa. Kurasakan tempat tidur bergerak saat isteriku naik. Tangannya menyisiri rambutku.


"Ada apa, Pa..? Ada masalah apa..?"


Aku tidak dapat menceritakannya. Aku tidak mau menghancurkan segalanya. Aku takut. Aku seorang bapak rumah tangga yang baik. Seperti yang pernah kuucapkan dulu.

"Aku hanya lelah. Itu saja." aku berkata, seraya menurunkan tangan dan tersenyum.


Isteriku membalas senyumanku. Ia menarik kepalaku dan menyandarkannya di dadanya.


"Maaf, Pa. Aku tak tahu. Tidur saja ya?"


Aku mengangguk. Aku memang lelah sekali. Lelah di fisik dan otakku. Kemudian aku tertidur sepuluh menit kemudian.

Di kantor, keesokan harinya, semua tampak kusut. Semua tampak memikirkan kejadian kemarin. Semua merasakan hal yang sama. Rasa bersalah di dalam hati. Terutama Erwin, yang menjadi pemicu awal. Semuanya merasakan yang sama. Dihantui. Bukan hanya aku ternyata, semuanya menatap ke arah meja. Semuanya membaca lagi huruf demi huruf itu. Semuanya memandang ke arah gambar yang sama. Gadis itu, siapa lagi.

SEORANG GADIS DI BAWAH UMUR MENJADI KORBAN PERKOSAAN DAN PEMBUNUHAN.

Saat itu semuanya sadar. Rasa bersalah itu akan tetap ada. Rasa bersalah dan kengerian. Rasa menyesal saat kami sadar bahwa kami semua punya waktu untuk menghentikan segalanya. Waktu yang lenyap karena kebutaan, karena takut yang menopengi birahi setan dan iblis. Gadis itu pasti menyalahkan kami. Arwahnya pasti. Karena kami ikut menidurinya. Ikut meniduri calon bangkai itu. Bocah yang itu. Gadis yang itu.

Dalam hatiku bertanya-tanya. Pertanyaan serupa yang kukira mereka ajukan pula di benak mereka.


"Aku tidur dengan siapa malam nanti.. apakah ia akan muncul lagi.. apakah aku bisa tenang malam ini.. lalu.. lalu.. dan lalu..?"

TAMAT

Aku diperkosa 3 orang gadis


Aku diperkosa 3 orang gadis


Sebenarnya aku tidak istimewa, wajahku juga tidak terlalu tampan, tinggi dan bentuk tubuhku juga biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa dalam diriku. Tapi entah kenapa aku banyak disukai wanita. Bahkan ada yang terang-terangan mengajakku berkencan. Tapi aku tidak pernah berpikir sampai ke sana. Aku belum mau pacaran. Waktu itu aku masih duduk di bangku kelas dua SMA. Padahal hampir semua teman-temanku yang laki, sudah punya pacar. Bahkan sudah ada yang beberapa kali ganti pacar. Tapi aku sama sekali belum punya keinginan untuk pacaran. Walau sebenarnya banyak juga gadis-gadis yang mau jadi pacarku.

Waktu itu hari Minggu pagi. Iseng-iseng aku berjalan-jalan memakai pakaian olah raga. Padahal aku paling malas berolah raga. Tapi entah kenapa, hari itu aku pakai baju olah raga, bahkan pakai sepatu juga. Dari rumahku aku sengaja berjalan kaki. Sesekali berlari kecil mengikuti orang-orang yang ternyata cukup banyak juga yang memanfaatkan minggu pagi untuk berolah raga atau hanya sekedar berjalan-jalan menghirup udara yang masih bersih.

Tidak terasa sudah cukup jauh juga meninggalkan rumah. Dan kakiku sudah mulai terasa pegal. Aku duduk beristirahat di bangku taman, memandangi orang-orang yang masih juga berolah raga dengan segala macam tingkahnya. Tidak sedikit anak-anak yang bermain dengan gembira.

Belum lama aku duduk beristirahat, datang seorang gadis yang langsung saja duduk di sebelahku. Hanya sedikit saja aku melirik, cukup cantik juga wajahnya. Dia mengenakan baju kaos yang ketat tanpa lengan, dengan potongan leher yang lebar dan rendah, sehingga memperlihatkan seluruh bahu serta sebagian punggung dan dadanya yang menonjol dalam ukuran cukup besar. Kulitnya putih dan bersih celana pendek yang dikenakan membuat pahanya yang putih dan padat jadi terbuka. Cukup leluasa untuk memandangnya. Aku langsung berpura-pura memandang jauh ke depan, ketika dia tiba-tiba saja berpaling dan menatapku.


"Lagi ada yang ditunggu?", tegurnya tiba-tiba.


Aku terkejut, tidak menyangka kalau gadis ini menegurku. Cepat-cepat aku menjawab dengan agak gelagapan juga. Karena tidak menduga kalau dia akan menyapaku.


"Tidak.., Eh, kamu sendiri..?", aku balik bertanya.


"Sama, aku juga sendirian", jawabnya singkat.

Aku berpaling dan menatap wajahnya yang segar dan agak kemerahan. Gadis ini bukan hanya memiliki wajah yang cukup cantik tapi juga punya bentuk tubuh yang bisa membuat mata lelaki tidak berkedip memandangnya. Apalagi pinggulnya yang bulat dan padat berisi. Bentuk kakinya juga indah. Entah kenapa aku jadi tertarik memperhatikannya. Padahal biasanya aku tidak pernah memperhatikan wanita sampai sejauh itu.


"Jalan-jalan yuk..", ajaknya tiba-tiba sambil bangkit berdiri.


"Kemana?", tanyaku ikut berdiri.


"Kemana saja, dari pada bengong di sini", sahutnya.

Tanpa menunggu jawaban lagi, dia langsung mengayunkan kakinya dengan gerakan yang indah dan gemulai. Bergegas aku mengikuti dan mensejajarkan ayunan langkah kaki di samping sebelah kirinya. Beberapa saat tidak ada yang bicara. Namun tiba-tiba saja aku jadi tersentak kaget, karena tanpa diduga sama sekali, gadis itu menggandeng tanganku. Bahkan sikapnya begitu mesra sekali. Padahal baru beberapa detik bertemu. Dan akujuga belum kenal namanya.

Dadaku seketika jadi berdebar menggemuruh tidak menentu. Kulihat tangannya begitu halus dan lembut sekali. Dia bukan hanya menggandeng tanganku, tapi malah mengge1ayutinya. Bahkan sesekali merebahkan kepalanya dibahuku yang cukup tegap.


"Eh, nama kamu siapa..?", tanyanya, memulai pembicaraan lebih dulu.


"Angga", sahutku.


"Akh.., kayak nama perempuan", celetuknya. Aku hanya tersenyum saja sedikit.


"Kalau aku sih biasa dipanggil Ria", katanya langsung memperkenalkan diri sendiri. Padahal aku tidak memintanya.


"Nama kamu bagus", aku memuji hanya sekedar berbasa-basi saja.


"Eh, boleh nggak aku panggil kamu Mas Angga?, Soalnya kamu pasti lebih tua dariku", katanya meminta.

Aku hanya tersenyum saja. Memang kalau tidak pakai seragam Sekolah, aku kelihatan jauh lebih dewasa. Padahal umurku saja baru tujuh belas lewat beberapa bulan. Dan aku memperkirakan kalau gadis ini pasti seorang mahasiswi, atau karyawati yang sedang mengisi hari libur dengan berolah raga pagi. Atau hanya sekedar berjalan-jalan sambil mencari kenalan baru.


"Eh, bubur ayam disana nikmat lho. Mau nggak..?", ujarnya menawarkan, sambil menunjuk gerobak tukang bubur ayam.


"Boleh", sahutku.

Kami langsung menikmati bubur ayam yang memang rasanya nikmat sekali. Apa lagi perutku memang lagi lapar. Sambil makan, Ria banyak bercerita. Sikapnya begitu riang sekali, membuatku jadi senang dan seperti sudah lama mengenalnya. Ria memang pandai membuat suasana jadi akrab.

Selesai makan bubur ayam, aku dan gadis itu kembali berjalan-jalan. Sementara matahari sudah naik cukup tinggi. Sudah tidak enak lagi berjalan di bawah siraman teriknya mentari. Aku bermaksud mau pulang. Tanpa diduga sama sekali, justru Ria yang mengajak pulang lebih dulu.


"Mobilku di parkir disana..", katanya sambil menunjuk deretan mobil-mobil yang cukup banyak terparkir.


"Kamu bawa mobil..?", tanyaku heran.


"Iya. Soalnya rumahku kan cukup jauh. Malas kalau naik kendaraan umum", katanya beralasan.


"Kamu sendiri..?"


Aku tidak menjawab dan hanya mengangkat bahu saja.


"Ikut aku yuk..", ajaknya langsung.

Belum juga aku menjawab, Ria sudah menarik tanganku dan menggandeng aku menuju ke mobilnya. Sebuah mobil starlet warna biru muda masih mulus, dan tampaknya masih cukup baru. Ria malah meminta aku yang mengemudi. Untungnya aku sering pinjam mobil Papa, jadi tidak canggung lagi membawa mobil. Ria langsung menyebutkan alamat rumahnya. Dan tanpa banyak tanya lagi, aku langsung mengantarkan gadis itu sampai ke rumahnya yang berada di lingkungan komplek perumahan elite. sebenarnya aku mau langsung pulang. Tapi Ria menahan dan memaksaku untuk singgah.

"Ayo..", Sambil menarik tanganku, Ria memaksa dan membawaku masuk ke dalam rumahnya. Bahkan dia langsung menarikku ke lantai atas. Aku jadi heran juga dengan sikapnya yang begitu berani membawa laki-laki yang baru dikenalnya ke dalam kamar.


"Tunggu sebentar ya..", kata Ria setelah membawaku ke dalam sebuah kamar.

Dan aku yakin kalau ini pasti kamar Ria. Sementara gadis itu meninggalkanku seorang diri, entah ke mana perginya. Tapi tidak lama dia sudah datang lagi. Dia tidak sendiri, tapi bersama dua orang gadis lain yang sebaya dengannya. Dan gadis-gadis itu juga memiliki wajah cantik serta tubuh yang ramping, padat dan berisi.

Aku jadi tertegun, karena mereka langsung saja menyeretku ke pembaringan. Bahkan salah seorang langsung mengikat tanganku hingga terbaring menelentang di ranjang. Kedua kakiku juga direntangkan dan diikat dengan tali kulit yang kuat. Aku benar-benar terkejut, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Karena kejadiannya begitu cepat dan tiba-tiba sekali, hingga aku tidak sempat lagi menyadari.

"Aku dulu.., Aku kan yang menemukan dan membawanya ke sini", kata Ria tiba-tiba sambil melepaskan baju kaosnya.

Kedua bola mataku jadi terbeliak lebar. Ria bukan hanya menanggalkan bajunya, tapi dia melucuti seluruh penutup tubuhnya. Sekujur tubuhku jadi menggigil, dadaku berdebar, dan kedua bola mataku jadi membelalak lebar saat Ria mulai melepaskan pakaian yang dikenakannya satu persatu sampai polos sama sekali.. Akhh tubuhnya luar biasa bagusnya.. baru kali ini aku melihat payudara seorang gadis secara dekat, payudaranya besar dan padat. Bentuk pinggulnya ramping dan membentuk bagai gitar yang siap dipetik, Bulu-bulu vaginanya tumbuh lebat di sekitar kemaluannya. Sesaat kemudian Ria menghampiriku, dan merenggut semua pakaian yang menutupi tubuhku, hingga aku henar-benar polos dalam keadaan tidak berdaya. Bukan hanya Ria yang mendekatiku, tapi kedua gadis lainnya juga ikut mendekati sambil menanggalkan penutup tubuhnya.


"Eh, apa-apaan ini? Apa mau kalian..?", aku membentak kaget.

Tapi tidak ada yang menjawab. Ria sudah menciumi wajah serta leherku dengan hembusan napasnya yang keras dan memburu. Aku menggelinjang dan berusaha meronta. Tapi dengan kedua tangan terikat dan kakiku juga terentang diikat, tidak mudah bagiku untuk melepaskan diri. Sementara itu bukan hanya Ria saja yang menciumi wajah dan sekujur tubuhku, tapi kedua gadis lainnya juga melakukan hal yang sama.

Sekujur tubuhku jadi menggeletar hebat Seperti tersengat listrik, ketika merasakan jari-jari tangan Ria yang lentik dan halus menyambar dan langsung meremas-remas bagian batang penisku. Seketika itu juga batang penisku tiba-tiba menggeliat-geliat dan mengeras secara sempurna, aku tidak mampu melawan rasa kenikmatan yang kurasakan akibat penisku di kocok-kocok dengan bergairah oleh Ria. Aku hanya bisa merasakan seluruh batangan penisku berdenyut-denyut nikmat.

Aku benar-benar kewalahan dikeroyok tiga orang gadis yang sudah seperti kerasukan setan. Gairahku memang terangsang seketika itu juga. Tapi aku juga ketakutan setengah mati. Berbagai macam perasaan berkecamuk menjadi satu. Aku ingin meronta dan mencoba melepaskan diri, tapi aku juga merasakan suatu kenikmatan yang biasanya hanya ada di dalam hayalan dan mimpi-mimpiku.

Aku benar-benar tidak berdaya ketika Ria duduk di atas perutku, dan menjepit pinggangku dengan sepasang pahanya yang padat. Sementara dua orang gadis lainnya yang kutahu bernama Rika dan Sari terus menerus menciumi wajah, leher dan sekujur tubuhku. Bahkan mereka melakukan sesuatu yang hampir saja membuatku tidak percaya, kalau tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri.

Saat itu juga aku langsung menyadari kalau gadis-gadis ini bukan hanya menderita penyakit hiperseks, tapi juga biseks. Mereka bisa melakukan dan mencapai kepuasan dengan lawan jenisnya, dan juga dengan sejenisnya. Bahkan mereka juga menggunakan alat-alat untuk mencapai kepuasan seksual. Aku jadi ngeri dan takut membayangkannya.

Sementara itu Ria semakin asyik menggerak-gerakkan tubuhnya di atas tubuhku. Meskipun ada rasa takut dalam diriku, tetapi aku benar-benar merasakan kenikmatan yang amat sangat, baru kali ini penisku merasakan kelembutan dan hangatnya lubang vagina seorang gadis, lembut, rapat dan sedikit basah, Riapun merasakan kenikmatan yang sama, bahkan sesekali aku mendengar dia merintih tertahan. Ria terus menggenjot tubuhnya dengan gerakan-gerakan yang luar biasa cepatnya membuatku benar-benar tidak kuasa lagi menerima kenikmatan bertubi-tubi aku berteriak tertahan. Ria yang mendengarkan teriakanku ini tiba-tiba mencabut vaginanya dan secara cepat tangannya meraih dan menggenggam batang penisku dan melakukan gerakan-gerakan mengocok yang cepat, hingga tidak lebih dari beberapa detik kemudian aku merasakan puncak kenikmatan yang luar biasa berbarengan dengan spermaku yang menyemprot dengan derasnya. Ria terus mengocok-ngocok penisku sampai spermaku habis dan tidak bisa menyemprot lagi tubuhku merasa ngilu dan mengejang.

Tetapi Ria rupanya tidak berhenti sampai disitu, kemudian dengan cepat dia dibantu dengan kedua temannya menyedot seluruh spermaku yang bertebaran sampai bersih dan memulai kembali menggenggam batang penisku erat-erat dengan genggaman tangannya sambil mulutnya juga tidak lepas mengulum kepala penisku. Perlakuannya ini membuat penisku yang biasanya setelah orgasme menjadi lemas kini menjadi dipaksa untuk tetap keras dan upaya Ria sekarang benar-benar berhasil. Penisku tetap dalam keadaan keras bahkan semakin sempurna dan Ria kembali memasukkan batangan penisku ke dalam vaginanya kembali dan dengan cepatnya Ria menggenjot kembali vaginanya yang sudah berisikan batangan penisku.

Aku merasakan agak lain pada permainan yang kedua ini. Penisku terasa lebih kokoh, stabil dan lebih mampu meredam kenikmatan yang kudapat. Tidak lebih dari sepuluh menit Ria memperkosaku, tiba-tiba dia menjerit dengan tertahan dan Ria tiba-tiba menghentikan genjotannya, matanya terpejam menahan sesuatu, aku bisa merasakan vagina Ria berdenyut-denyut dan menyedot-nyedot penisku, hingga akhirnya Ria melepaskan teriakannya saat ia merasakan puncak kenikmatannya. Aku merasakan vagina Ria tiba-tiba lebih merapat dan memanas, dan aku merasakan kepala penisku seperti tersiram cairan hangat yang keluar dari vagina Ria. Saat Ria mencabut vaginanya kulihat cairan hangat mengalir dengan lumayan banyak di batangan penisku..

Setelah Ria Baru saja mendapatkan orgasme, Ria menggelimpang di sebelah tubuhku. Setelah mencapai kepuasan yang diinginkannya, melihat itu Sari langsung menggantikan posisinya. Gadis ini tidak kalah liarnya. Bahkan jauh lebih buas lagi daripada Ria. Membuat batanganku menjadi sedikit sakit dan nyeri. Hanya dalam tidak sampai satu jam, aku digilir tiga orang gadis liar. Mereka bergelinjang kenikmatan dengan dalam keadaan tubuh polos di sekitarku, setelah masing-masing mencapai kepuasan yang diinginkannya.

Sementara aku hanya bisa merenung tanpa dapat berbuat apa-apa. Bagaimana mungkm aku bisa melakukan sesuatu dengan kedua tangan dan kaki terikat seperti ini..?

Aku hanya bisa berharap mereka cepat-cepat melepaskan aku sehingga aku bisa pulang dan melupakan semuanya. Tapi harapanku hanya tinggal angan-angan belaka. Mereka tidak melepaskanku, hanya menutupi tubuhku dengan selimut. Aku malah ditinggal seorang diri di dalam kamar ini, masih dalam keadaan telentang dengan tangan dan kaki terikat tali kulit. Aku sudah berusaha untuk melepaskan diri. Tapi justru membuat pergelangan tangan dan kakiku jadi sakit. Aku hanya bisa mengeluh dan berharap gadis-gadis itu akan melepaskanku.

Sungguh aku tidak menyangka sama sekali. Ternyata ketiga gadis itli tidak mau melepaskanku. Bahkan mereka mengurung dan menyekapku di dalam kamar ini. Setiap saat mereka datang dan memuaskan nafsu birahinya dengan cara memaksa. Bahkan mereka menggunakan obat-obatan untuk merangsang gairahku. Sehingga aku sering kali tidak menyadari apa yang telah kulakukan pada ketiga gadis itu. Dalam pengaruh obat perangsang, mereka melepaskan tangan dan kakiku. Tapi setelah mereka mencapai kepuasan, kembali mengikatku di ranjang ini. Sehingga aku tidak bisa meninggalkan ranjang dan kamar ini.

Dan secara bergantian mereka mengurus makanku. Mereka memandikanku juga di ranjang ini dengan menggunakan handuk basah, sehingga tubuhku tetap bersih. Meskipun mereka merawat dan memperhatikanku dengan baik, tapi dalam keadaan terbelenggu seperti ini siapa yang suka? Berulang kali aku meminta untuk dilepaskan. Tapi mereka tidak pernah menggubris permintaanku itu. Bahkan mereka mengancam akan membunuhku kalau berani berbuat macam-macam. Aku membayangkan kalau orang tua dan saudara-saudara serta semua temanku pasti kebingungan mencariku.

Karena sudah tiga hari aku tidak pulang akibat disekap gadis-gadis binal dan liar ini. Meskipun mereka selalu memberiku makanan yang lezat dan bergizi, tapi hanya dalam waktu tiga hari saja tubuhku sudah mulai kelihatan kurus. Dan aku sama sekali tidak punya tenaga lagi. Bahkan aku sudah pasrah. Setiap saat mereka selalu memaksaku menelan obat perangsang agar aku tetap bergairah dan bisa melayani nafsu birahinya. Aku benar-benar tersiksa. Bukan hanya fisik, tapi juga batinku benar-benar tersiksa. Dan aku sama sekali tidak berdaya untuk melepaskan diri dari cengkeraman gadis-gadis binal itu.

Tapi sungguh aneh. Setelah lima hari terkurung dan tersiksa di dalam kamar ini, aku tidak lagi melihat mereka datang. Bahkan sehari semalam mereka tidak kelihatan. Aku benar-benar ditinggal sendirian di dalam kamar ini dalam keadaan terikat dan tidak berdaya. Sementara perutku ini terus menerus menagih karena belum diisi makanan. Aku benar-benar tersiksa lahir dan batin.

Namun keesokan harinya, pintu kamar terbuka. Aku terkejut, karena yang datang bukan Ria, Santi atau Rika Tapi seorang lelaki tua, bertubuh kurus. Dia langsung menghampiriku dan membuka ikatan di tangan dan kaki. Saat itu aku sudah benar-benar lemah, sehingga tidak mampu lagi untuk bergerak. Dan orang tua ini memintaku untuk tetap berbaring. Bahkan dia memberikan satu stel pakaian, dan membantuku mengenakannya.


"Tunggu sebentar, Bapak mau ambilkan makanan", katanya sambil berlalu meninggalkan kamar ini.

Dan memang tidak lama kemudian dia sudah kembali lagi dengan membawa sepiring nasi dengan lauk pauknya yang mengundang selera. Selama dua hari tidak makan, membuat nafsu makanku jadi tinggi sekali. Sebentar saja sepiring nasi itu sudah habis berpindah ke dalam perut. Bahkan satu teko air juga kuhabiskan. Tubuhku mulai terasa segar. Dan tenagaku berangsur pulih.


"Bapak ini siapa?", tanyaku


"Saya pengurus rumah ini", sahutnya.


"Lalu, ketiga gadis itu..", tanyaku lagi.


"hh.., Mereka memang anak-anak nakal. Maafkan mereka, Nak..", katanya dengan nada sedih.


"Bapak kenal dengan mereka?", tanyaku.


"Bukannya kenal lagi. Saya yang mengurus mereka sejak kecil. Tapi saya tidak menyangka sama sekali kalau mereka akan jadi binal seperti itu. Tapi untunglah, orang tua mereka telah membawanya pergi dari sini. Mudah-mudahan saja kejadian seperti ini tidak terulang lagi", katanya menuturkan dengan mimik wajah yang sedih.

Aku juga tidak bisa bilang apa-apa lagi. Setelah merasa tenagaku kembali pulih, aku minta diri untuk pulang. Dan orang tua itu mengantarku sampai di depan pintu. Kebetulan sekali ada taksi yang lewat. Aku langsung mencegat dan meminta supir taksi mengantarku pulang ke rumahku. Di dalam perjalanan pulang, aku mencoba merenungi semua yang baru saja terjadi.

Aku benar-benar tidak mengerti, dan hampir tidak percaya. Seakan-akan semua yang terjadi hanya mimpi belaka. Memang aku selalu menganggap semua itu hanya mimpi buruk. Dan aku tidak berharap bisa terulang lagi. Bahkan aku berharap kejadian itu tidak sampai menimpa orang lain. Aku selalu berdoa semoga ketiga gadis itu menyadari kesalahannya dan mau bertobat. Karena yang mereka lakukan itu merupakan suatu kesalahan besar dan perbuatan hina yang seharusnya tidak perlu terjadi.

TAMAT